Senin, 01 Februari 2016

TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Relativitas merupakan salah satu dari beberapa teori mengenai gerak yang dirancang untuk menjelaskan penyimpangan dari mekanika Newton yang timbul akibat gerak relatif yang sangat cepat. Teori ini yang mengubah pandangan kita mengenai ruang, waktu, massa, energi, gerak, dan gravitasi. Teori ini terdiri atas teori khusus dan teori umum, yang keduanya bertumpu pada dasar matematika yang kuat dan keduanya telah diuji dengan percobaan-pecobaan dan pengamatan.
Teori khusus, yang dikembangkan oleh Einstein pada tahun 1905, berkenaan dengan pembanding pengukuran yang dilakukan dalam kerangka acuan inersia berbeda yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif satu sama lain. Di lain pihak, teori umum yang dikemukakan tahun 1915, berkenaan dengan kerangka acuan dan gravitasi yang dipercepat.

A.      Relativitas Newton

Ø  Semua gerak itu relaif
Suatu benda dikatakan bergerak bila kedudukan benda itu berubah terhadap suatu titik acuan atau kerangka acuan. Seorang penumpang kereta api yang sedang duduk di dalam kereta api yang bergerak meninggalkan stasiun dikatakan diam bila titik acuannya adalah kereta api, sedangkan bila titik acuannya adalah stasiun, penumpang tersebut dikatakan bergerak. Pengertian diam dan bergerak disini  bersifat relatif tergantung titik acuannya. Stasiun kita anggap diam, padahal stasiun bersama bumi bergerak mengelilingi matahari, matahari bersama bumi bergerak terhadap galaksi, bintang, dan seterusnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada benda yang bergerak mutlak, yang ada hanyalah gerak relatif.
Ø  Definisi kejadian, pengamat, dan kerangka acuan
Kejadian adalah suatu peristiwa fisika yang terjadi dalam suatu ruang pada suatu waktu tertentu. Seseorang yang mengamati suatu kejadian dan melakukan pengukuran, misalnya pengukuran koordinat dan waktu, disebut pengamat. Alat ukur apa saja yang melakukan pengukuran terhadap suatu kejadian juga disebut pengamat.
Untuk menentukan letak sebuah titik dalam ruang, memerlukan suatu sistem koordinat atau kerangka acuan. Jadi kerangka acuan adalah suatu sistem koordinat, misalnya sistem koordinat (x, y, z) di mana seorang pengamat melakukan pengamatan terhadap suatu kejadian.kerangka acuan juga dapat dinyatakan sebagai  suatu patokan yang dapat digunakan ilmuawan untuk menganalsis hukum gerak atau tempat suatu pengamat dan pengamat sendiri dapat memiliki dua kemungkinan yaitu pengamat yang diam dan pengamat yang bergerak.

Ø  Relativitas Newton
Teori relativitas muncul dari kebutuhan terhadap kerangka acuan. Benda akan dikatakan bergerak apabila kedudukan benda tersebut berubah terhadap kerangka acuannya. Kerangka acuan di mana Hukum Newton berlaku disebut kerangka acuan inersia. Kerangka acuan inersia adalah kerangka acuan yang didalamnya tidak teramati adanya percepatan tanpa kehadiran gaya eksternal. Jika memiliki dua kerangka acuan inersia yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap yang lainnya, maka tidak dapat ditentukan bagian mana yang diam dan bagian mana yang bergerak atau keduanya bergerak. Hal ini merupakan konsep Relativitas Newton yang menyatakan “ gerak mutlak tidak dapat dideteksi ”.
Konsep ini dikenal oleh para ilmuwan pada abad ke-17. Tetapi pada akhir abad ke-19 pemikiran ini berubah. Sejak saat itu konsep relativitas Newton tidak berlaku lagi dan gerak mutlak dideteksi dengan prinsip pengukuran kecepatan cahaya.
Pada relativitas Newton, semua besaran akan sama saat diukur oleh pengamat  yang diam maupun pengamat yang bergerak. Besaran yang berubah hanyalah kecepatan relatif dan berlaku persamaan berikut.
v’ = v - vx
dengan                        v’ = kecepatan relatif benda terhadap pengamat bergerak
vx = kecepatan relatif benda terhadap pengamat diam
v  = kecepatan pengamat bergerak terhadap pengamat diam

B.            Transformasi Galileo

Untuk dapat memindahkan koordinat ruang dan waktu suatu kejadian yang berlangsung di dalam sebuah kerangka acuan inersia ke dalam kerangka acuan lain yang bergerak dengan kecepatan relatif  yang konstan dapat dilakukan dengan transformasi Galileo.
Pada gambar 1 terdapat dua kerangka acuan inersia S dan S. S diam dan S bergerak dengan kecepatan  v terhadap S sepanjang sumbu X positif. Misalkan S sebagai stasiun dan S’ sebagai kereta api yang bergerak dengan kecepatan konstan v.

   

 


Gambar 1. kerangka acuan inersia. S diam dan S bergerak dengan kecepatan v terhadap S.
            Mula-mula S dan S’ berimpit lalu setelah t sekon, S’ sudah menempuh jarak d = vt. Seorang penumpang P di dalam kereta terhadap kerangka acuan S bergerak dengan kecepatan tetap ux, searah dengan v. Pada saat t sekon, P mempunyai koordinat  P (x, y, z) terhadap kerangka acuan S dan mempunyai koordinat P (x’, y’, z’ ) terhadap kerangka acuan S’ dengan hubungan


 ( 1 )


Persamaan ( 1 ) disebut transformasi Galileo
Untuk menentukan kecepatan, persamaan ( 1 ) diturunkan terhadap waktu t. Dalam transformasi Galileo, t’ = t, sehingga 
         





  adalah kecepatan P terhadap S’
      

    adalah kecepatan P terhadap S
 dan

,sehingga
ux’ = ux – v

dengan cara yang sama diperoleh  uy’ = uy  dan uz’ = uz , sehingga transformasi Galileo untuk kecepatan adalah


                                                                                                                        ( 2 )     


Untuk mendapatkan percepatan, persamaan ( 2 ) diturunkan terhadap waktu. Karena v konstan, maka

sehingga berlaku hubungan
                        


 



                                                                                                                             
(3)                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
                                                           
C.      POSTULAT RELATIVIAS KHUSUS
            Pada tahun 1888 Hertz berhasil membuktikan hipotesis Maxwell bahwa  cahaya termasuk gelombang elektromagnetik, yang melalui udara dengan kecepatan c = 3x108 m/s. Sesuai dengan pendapat umum pada saat itu bahwa gelombang memerlukan medium untuk merambat, para ilmuawan kemudian mengemukakan hipotesis eter, “ jagat raya dipenuhi  oleh eter stasioner yang tidak mempuyai wujud tetapi dapat menghantarkan perambatan gelombang”.

a.         Percobaan Michelson-Morley
            Pada tahun 1887,  Albert A. Michelson (1852-1931) dan Edward W. Morley (1838-1923) melakukan percobaan untuk mengukur kelajuan bumi relarif terhadap eter. Kedua fisikawan berkebangsaan Amerika ini membuat peralatan yang terkenal dengan nama interferometer Michelson (gambar 2), yang cukup teliti untuk dapat mengukur kelajuan bumi relatif terhadap eter. Satu lengan interferometer (lengan 1) diarahkan sejajar dengan arah gerak melalui eter. Kecepatan bumi melalui eter akan sama dengan  kecepatan eter melalui bumi dalam arah berlawanan, dengan kelajuan v, seperti ditunjukan gambar 2.a









































(a)                                                                   (b)
v
c
v’=c-v
v
c
v’=c+v
                             



                        (c)

v’
c
v
v’
c
v
 







                                                      (d)
Gambar 2 (a) Diagram interferometer Michelson. (b) Analogi gerak cahaya melalui “angin eter” dengan gerak perahu melalui “arus” sungai. (c) Diagram vektor untuk perahu bergerak searah dan menentang arah arus air. (d) Diagram vektor untuk perahu menyeberangi arus air.
c = kecepatan perahu terhadap arus                                  perahu = cahaya
v’ = kecepatan perahu terhadap acuan tanah                    arus = eter
v = kecepatan arus terhadap acuan tanah                         tanah = bumi
Untuk memudahkan perhitungan, kita dapat melakukan analogi.” Angin eter ”  yang memenuhi jagat raya dianalogikan dengan “arus air” pada sungai, cahaya dianalogikan dengan perahu, dan bumi  dianalogikan dengan tanah. Dengan demikian, kelajuan eter terhadap bumi, v, dianalogikan dengan kelajuan arus terhadap tanah ( orang yang diam di tepi sungai ). Kelajuan cahaya terhadap eter, c, dianalogikan dengan kelajuan perahu terhadap arus, dan kelajuan cahaya terhadap bumi, v’, dianalogikan dengan kelajuan perahu  terhadap tanah. Sesuai dengan definisi penjumlahan vektor kecepatan relatif , maka
                                                vperahu,arus = vperahu,tanah + vtanah,arus
                                                c = v’ + (-v)



     
(4) 
Vektor kecepatan perahu terhadap tanah v’, adalah resultan dari vektor kecepatan perahu terhadap arus dan vektor kecepatan arus terhadap tanah.
Untuk gerak perahu (cahaya) searah arus (eter) dari A ke B, dan gerak balik perahu (cahaya) dari B ke A berlawana arus (gambar 2.c) akan diperoleh
tAB =                             =                           = dan  tBA =

selang waktu untuk menempuh lintasan AB pergi-pulang (lambang  t//) sama dengan selang waktu untuk menempuh AB ditambah BA.
                                    t// = tAB  +  tBA  =     +    =
t// =
   
         

                                                                                                                           (5)

                                                                                               
Untuk gerak perahu  (cahaya) tegak lurus arah arus (eter) dari A ke C dan balik dari C ke A, v’=   (gambar 2.b)
                       
 



                                                                                                                         (6)

Dari persamaan (5) dan (6) diperoleh beda waktu antara t//  dan        ,

t =  t//  ­    =       

   

                                   

                                                                                          (7)

Karena v jauh lebih daripada c maka,

 = 1 +  




dan persamaan (7), menjadi
              




karena 1 +     1, maka




t =      
                        t =               atau  

(8)

Kedua berkas cahaya (yang sejajar maupun tegak lurus) ini mulanya sefase dan ketika keduaya kembali akan dibentuk pola interferensi karena adanya beda waktu.
Inrterferometer diatur untuk frige-fringe paralel dan teleskop pengamat difokuskan pada satu dari frinji-frinji ini (satu frinji adalah jarak antara dua pita terang berdekatan). Beda waktu di antara kedua berkas cahaya menghasilkan satu beda   fase ketika keduanya bergabung di posisi teleskop. Satu beda fase pola interferensi akan dideteksi dengan memutar interferometer melalui sudut 90  dalam bidang horizontal, sedemikan sehingga kedua berkas bertukar  peran. Ini mengahasilkan beda waktu dua kali dari yang diberikan dalam persamaan. Beda lintasan berdasarkan beda waktu ini adalah



Pergeseran frinji 
yang berkaitan adalah sama dengan beda lintasan ini dibagi dengan panjang gelombang cahaya, , karena perubahan dalam lintasan 1 berkaitan dengan

      Pergeseran =  =            
 


(9)

                                               
Dalam percobaan Michelson dan Morley ini, tiap berkas cahaya dipantulkan oleh cermin beberapa kali untuk memberikan suatu panjang lintasan  efektif L kira-kira 11m. Dengan menggunakan nilai L ini dan mengambil kelajuan bumi terhadap matahari, v, sama dengan 3 x 104 m/s, diperoleh
                     

       =  = = 2,2     m

Pergeseran =  
Ketelitian instrumen yang didesain oleh Michelson dan Morley memiliki kemampuan mendeteksi pergesera dalam pola frinji sekecil 0,01. Tetapi dalam pecobaan ini keduanya mendeteksi tidak ada pergeseran dalam pola-pola frinji. Sejak itu, percobaan ini telah diulang beberapa kali oleh berbagai ilmuwan dibawah kondisi yang berbeda, tetapi tetap tidak ada pergeseran fringe yang pernah diamati. Karena itu, disimpulkan bahwa tak ada seorangpun yang mendeteksi kecepatan gerak bumi dengan mengacu pada eter.     

b.        Postulat Eistein
Setelah terbukti bahwa eter tidak dapat dibuktikan keberadaannya Albert Einstein (1879-1955) pada tahun 1905 mengumumkan teori relativitas khusus, dan sepuluh tahun kemudian mengusulkan teori relativitas umum. Teori relativitas khusus bertolak dari kerangka acuan inersia, yaitu kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap terhadap kerangka acuan lainnya; sedangkan, teori relativitas umum bertolak dari kerangka acuan yang bergerak dipercepat relatif terhadap kerangka acuan yang lain.
Hasil percobaan Michelson dan Morley yang telah meletakkan dasar dua postulat Einstein. Kedua postulat tersebut kemudian menjadi dasar teori relativitas khusus. Kedua postulat itu adalah;
Postulat pertama, hukum – hukum memiliki bentuk yang sama pada semua kerangka acuan inersia.
Postulat  kedua, cahaya merambat melalui ruang hampa dengan  kecepatan tetap c tidak bergantung pada kecepatan  sumber atau pengamat. Kecepatan cahaya di ruang  hampa sebesar c = 3. 108 m/s.       
Postulat pertama dinyatakan karena tidak ada kerangka acuan universal sebagai acuan mutlak. Postulat pertama ini adalah perluasan dari prinsip relativitas Newton untuk memasukan bukan hanya hukum-hukum mekanika, tetapi juga hukum-hukum fisika lainnya.
            Posulat kedua mempunyai implikasi yang sangat luas. Hukum penjumlahan kecepatan tidak berlaku untuk cahaya. Menurut Einstein, waktu t’ tidak sama dengan t sehingga relativitas Newton dan transformasi Galieo tidak dapat digunakan. Kecepatan, waktu, panjang, dan massa benda semuanya bersifat relatif.

c.         Transformasi Lorentz
Transformasi Galileo hanya berlaku jika kecepatan-kecepatan yang digunakan tidak bersifat relativistik, yaitu jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya c. Untuk peristiwa yang lebih luas hingga kecepatan yang menyamai kecepatan cahaya, diperlukan suatu transformasi baru sehingga diperoleh bahwa kecepatan cahaya dalam vakum merupakan besaran mutlak.
Untuk memasukkan konsep relativitas Einstein, selang waktu menurut kerangka acuan bergerak t tidak sama dengan selang waktu menurut kerangka acuan bergerak t’. Oleh karena itu, hubungan transformasi mengandung suatu pengali , disebut tetapan transformasi. Dengan demikian, jika transformasi ini dianggap linear, persamaan (1)  menjadi
                                               

x’ =    ( x – vt )
                                                                                                                        (10)

Jika kerangka acuan O’ terhadap kerangka acuan O bergerak ke kanan dengan kecepatan tetap v, kerangka acuan S terhadap S’ dapat dianggap bergerak relatif ke kiri dengan kecepatan v. Hubungan x terhadap x’ menjadi
x =   ( x’ +  vt’ )
 


                                                                                                                        (11)


Substitusi nilai x’ dari persamaan (10) ke dalam persamaan (11) menghasilkan
x =    = 2 ( x – vt ) +   vt’
   t’ = t + 
 


                                                                                                                                    (12)                                                           

Misalkan, kecepatan P terhadap kerangka acuan O’ pada subbab sebelumnya adalah kecepatan cahaya ux’ = c, maka menurut Einstein kecepatan cahaya terhadap kerangka acuan O sama besarnya, yaitu ux = c. Dari sini diperoleh hubungan x = ct dan x’ = ct sehingga persamaan (10) menjadi ct’ =  ( x – vt ). Kemudian, dengan menggunakan nilai t’dari persamaan (12) diperoleh

c  =    ( x – vt )
Faktor yang mengandung x dikumpulkan di sebelah kiri, sehingga
x  = ct
x = ct   
Karena x = ct, maka
 
1 +  = 1  
                                        


                                                                                                                        (13)

    
           

                                                                                                                        (13)


Dengan mensubtitusikan persamaan (13) diperoleh bentuk persamaan transformasi Lorentz, yaitu:

        x’ =
        y’ = y
        z’ = z
        t’ =

 






                                                                                                                        (14)








Transformasi Lorentz untuk kecepatan
Kecepatan dapat diperoleh dari turunan pertama fungsi kedudukan terhadap waktu.

ux =uy =


, uz
, ux’ = , uy’ = , uz’ =
Dari persamaan (14) diperoleh hasil diferensial,
dx’ =   
dan     dt’ =

ux’ =    =    =  

    ux’ =

 



                                                                                                                        (15)



uy’ =  =  =  =  
uz  
Persamaan (15) dapat ditulis menjadi

ux’   = ux  v atau  ux    =  ux  v
ux =

 



                                                                                                                        (16)



Dengan penalaran yang sama, nilai
 uy =    dan   uz =

 



                                                                                                                                    (17)


Penjumlahan kecepatan berdasarkan relativitas Einstein
Tinjau penjumlahan kecepatan dalam satu arah, yaitu arah horizontal sepanjang sumbu X. Misalkan, suatu kerangka acuan S’ bergerak dengan kecepatan v dalam arah sumbu X terhadap kerangka acuan S yang diam. Sebuah benda terhadap S’ bergerak dengan kecepatan ux’ dalam arah sumbu X. Sesuai transformasi Lorentz, kecepatan benda tersebut terhadap S, yaitu ux, dirumuskan dengan
ux =    dan   ux’ =

 



                                                                                                                        (18)




d.        Dilatasi waktu
Menurut Einstein, selang waktu yang terukur oleh pengamat yang diam terhadap kejadian dan yang terukur oleh pengamat yang bergerak dengan kelajuan konstan terhadap kejadian tidaklah sama. Hal ini terjadi karena waktu bukanlah suatu besaran mutlak. Untuk memahami hal tersebut, tinjaulah Gambar 4.
C
S
C
y
x
r
v
B
A
 


                                                                 

(a)                                                                (b)



Gambar lintasan cahaya menurut pengamat yang (a) diam dan (b) bergerak dengan kelajuan tetap terhadap kejadian untuk membuktikan adanya pemuluran waktu.

 





            Seberkas cahaya dipancarkan  dari sebuah sumber S menuju sebuah cermin C yang terpisah pada jarak y. Pengamat yang diam terhadap peristiwa akan mendapati cahaya datang dan cahaya pantul melalui lintasan yang sama, seperti diperlihatkan pada gambar 4 (a). Selang waktu yang diperlukan oleh cahaya untuk menempuh lintasan bolak-balik adalah
                                                 =
            Dilain pihak, menurut pengamat yang  bergerak dengan kelajuan v terhadap peristiwa akan mendapati litasan cahaya menjadi seperti yang diperlihatkan pada gambar 4(b). Dalam selang waktu , sumber cahaya telah menempuh jarak AB, yakni 2x = v   . Selanjutnya dengan menggunakan dalil phytagoras diperoleh
r =   atau r =   
selang waktu yang diperoleh cahaya untuk menempuh
lintasan ACB adalah
   

Dengan memasukan persamaan , maka diperoleh
                                                                                                (19)

Dengan  = selang waktu yang terukur oleh pengamat yang bergerak dengan kelajuan v terhadap kejadian
                = selang waktu yang terukur oleh pengamat yang diam terhadap kejadian
Persamaan di atas menunjukkan bahwa >  karena
<1
Dengan kata lain, waktu yang terukur oleh pengamat yang bergerak dengan kelajuan v terhadap kejadian lebih lama (mulur) dari waktu yang terukur oleh pengamat yang diam terhadaap kejadian. Persamaan di atas di kenal sebagai pemulur waktu. Waktu yang terukur oleh pengamat yang diam terhadap kejadian ( ) disebut waktu benar.
e.         Kontraksi panjang
Selain selang waktu, panjang sebuah benda juga bersifat  relatif, bergantung pada kerangka acuan. Untuk itu, tinjaulah sebuah pesawat yang bergerak dengan kelajuan v dari A ke B, seperti  pada gambar di bawah ini.






v
A
B
L0
            



Jarak A dan B adalah tetap (L0). Seorang pengamat yang diam relatif terhadap kedua titik akan mengukur panjang AB sebenarnya, yakni L0. Dilain pihak, jarak AB menurut pilot (L), adalah
L = v
Dengan  adalah selang waktu yang diperlukan pesawat untuk menempuh jarak AB menurut pilot.selang waktu yang terukur  menurut  pengamat adalah  . Jadi menurut pengamat, jarak AB adalah
L0 =  v
Hubungan antara L dan L0 dapat ditentukan dengan membandingkan keduanya sebagai berikut.
dari persamaan dilatasi diperoleh
Dengan demikian
                                     
L = L0

atau    

                                                                                                (20)


dengan :  L = panjang benda bergerak yang diamati oleh kerangaka acuan yang diam
    L0 = panjang benda yang diam pada suatu kerangaka acaun
    v = kecepatan benda terhadap kerangka acuan yang diam
=  < 1, benda yang bergerak tampak lebih pendek jika diukur dari kerangka acaun yang diam (L< L0). Peristiwa penyusutan panjang ini disebut kontraksi panjang atau kontraksi Lorentz.

D.           Massa, momentum, dan energi relativistik

1.        Massa relativistik
Menurut fisika Newton atau fisika klasik, massa benda konstan tidak bergantung pada kecepatan. Tetapi berdasarkan teori relativitas Einstein, massa benda adalah besaran relatif. Massa benda yang bergerak (m) relatif terhadap seorang pengamat akan lebih besar daripada massa diam (m0) benda tersebut. massa benda yang bergerak dengan kecepatan v adalah
m = m0
m  =
 


                       
             
                                                                                                                  (21)

                 

Perubahan massa karena gerak benda hanya dapat diabaikan untuk benda yang bergerak dengan kecepatan yang jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya. Dengan kata lain, fisika Newton hanya berlaku untuk benda-benda yang kecepatannya jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya (v c).

2.        Momentum relativistik
Ketika kelajuan partikel hampir mendekati kelajuan cahaya, persamaan momentum dan energi kinetik nonrelativistik tidak bisa berlaku lagi. Dengan mendefinisikan ulang momentum dan energi kinetik, sehingga hukum kekekalan berlaku pada kelajuan berapapun. Persamaan nonrelativistik p = mv dan  EK = mv2 benar selama kelajuan v   c. Persamaan  relativitas lebih berlaku umum, karena persamaan ini memberikan nilai momentum yang benar pada kelajuan berapapun.
Untuk benda – benda yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, momentum relativistiknya diperoleh dengan memperhatikan massa relativistik benda sesuai dengan persamaan (21), sehingga diperoleh persamaan
p = m0 v
p =

 


                             

                                                                                                                  (22)




3.        Energi relativistik
Dalam mekanika klasik, usaha yang dilakukan oleh gaya yang bekerja pada partikel sama dengan perubahan pada energi kinetik partikel tersebut. Sebagaimana dalam mekanika klasik, kita akan mendefinisikan energi kinetik sebagai kerja yang dilakukan oleh gaya dalam mempercepat partikel dari keadaan diam hingga mencapai kecepatan tertentu. Jadi,
Ek =
     =                                          (23)
dengan v =  , jadi:
Kemudian, persamaan tersebut disubstitusikan ke persamaan (), maka diperoleh:
Ek =
     =  atau
Ek =                                                        (24)
Suku kedua persamaan () tidak bergantung pada kecepatan dan disebut energi diam partikel   , yang merupakan perkalian massa diam dengan c2.

                                                                        (25)
Jumlah energi kinetik dan energi diam disebut energi relativistik, yaitu
E = Ek +
=
E =                                                                     (26)